Semesta tidak membicarakan perasaanku padamu. Mereka membicarakan tentang keindahan akibat sebuah senyuman yang terlukis oleh sepasang bibir di wajah seseorang perempuan.
Semesta memahami senyum yang menawan itu hanyalah sebuah lukisan dari jiwa yang hatinya penuh pesona. Dibalik itu sesungguhnya terdapat sesuatu yang lebih dari indah -luar biasa- tak terlukiskan oleh kata-kata.
Dari pancaran pesona nya itu, lahirlah pada wajahnya sebuah pola teduh. Seolah sendu namun matanya berpijar jelita laksana Venus di pagi hari.
Dan kala cinta menghembus, bidadari nan jelita itu menjadi yang paling sejuk. Ia menjadi Maha Dewi dari embun-embun pagi. Embun-embun yang memantulkan bintang-bintang, yang kemudian bersinar cemerlang kala hangat mentari datang.
Dan ketika hangat menyapa, uluran tangannya menumbuhkan bunga-bunga. Semerbak harum mewangi. Lalu berterbanganlah kupu-kupu di sisinya. Menemaninya menari di tengah bahagia.
Dan siapapun yang hendak memeluknya, takkan pernah sanggup tanpa jatuh cinta. Laksana air yang mengalir. Menangis dalam perih, merindu tiada kenal waktu, tersiksa dalam derita dan hanya sanggup sesekali tertawa menahan luka.
Duhai, Dinda, jika kerajaan cinta telah menjadi milikmu, tanpa sekalipun engkau meminta, semesta telah menjadi milikmu.
One Comment Add yours