Daily writing prompt
How do you unwind after a demanding day?

Hujan merinai-rinai sejak alarm berbunyi dini hari tadi, sebuah alarm kehidupan ketika mimpi-mimpi sedang berganti. Maka kau pun terjaga—mengikuti ritme buah kesadaran yang terlatih—di hari ketika biasanya malam sedang dalam puncak gulita dan bertaburan segala gemintang di langit yang dipandang dari jendela. Jendela yang sengaja dibiarkan tak bertirai itu menjadi batas antara alam mimpi dan alam sadarmu, dan sudah selama seminggu penuh ini tak terlihat satu pun nama bintang yang muncul di sana di alam sadarmu, tidak pula di sana di alam mimpimu, sebagai gantinya desahan angin yang dahsyat menggetarkan kaca jendela dan membawakan titikan embun dari temaram langit kelabu yang meneteskan hujan.

Biasanya ketika itu kau menunggu tokek tua pemimpin belasan tokek muda yang bersarang di rumahmu memberi kode dengan bunyinya yang unik selama dua kali, lalu bangkit untuk menjalani ritme untuk buah kesadaran berikutnya. Namun setelah beberapa saat, tokek yang kau harapkan mengobati rindumu tak muncul juga, kau bertanya-tanya, “Dimanakah tokek tua itu? Jam berapakah sekarang tak mungkin tokek tua itu terlambat.” Dan pada kenyataanya pagi itu masih dini hari, masih jam dua pagi, dan kau sudah memastikannya, jam di ponselmu berkata demikian.

“Jadi dimanakah tokek tua itu? Apakah dia baik-baik saja?”

Asal kau tahu saja… saat itu tokek tua yang telah menjadi legenda dalam kehidupanmu sedang berkumpul dengan keluarganya, tokek agak tua dan tokek-tokek muda, saling merapatkan tubuhnya dalam sarang di antara celah pilar-pilar di atap rumah. Barangkali karena kenyamanan itu pula, si tokek tua tak perlu bangun dan bersuara dengan suara uniknya. Tokek tua memilih kembali mendengkur dan melanjutkan mimpi-mimpinya mengikuti simponi hujan bertempo medium. Kalau tidak percaya coba kau kunjungi mereka.

Hujan masih merinai-rinai ketika burung Kutilang yang kau pelihara, dalam sangkar, berkicau riuh. Tapi bunyinya aneh, meskipun memang kau selalu terpesona dengan bunyinya yang berubah-ubah setiap hari, karena Kutilang yang diberikan oleh kenalanmu di pasar itu tidak besar di alam liar, tidak mengenal suara asli bagaimana seharusnya Kutilang berbunyi. Karena katanya Kutilang itu masih orok berwarna merah dan berbulu tipis dan belum mengenal bunyi ketika di ambil dari induknya. Bangsa aves itu kemudian di pelihara; diberi makan kroto setiap hari dan di perkenalkan dengan bunyi segala macam burung yang dimainkan dari mesin bernama dvd player. Bunyi aneh pagi itu menyerupai… bunyi burung hantu yang merindukan purnama. Mungkin karena fajar terhalang oleh kabut dingin sisa malam yang masih bertahan.

Ketika matahari seharusnya—jika tak menyalahi hukum sebab akibat—sudah memancar di timur jauh dan mengembangkan udara yang penuh dengan keajaiban dan memekarkan semua bunga, langit masih sama, kelabu dan tak hidup; hujan masih merinai-rinai dan jangan berharap pelangi akan berbelok dari tanah surga tak bernama menuju dunia yang SEPERTI tak berpola sebab, kelabu masih menyelimuti pagi yang dingin itu. Yang sialnya malah menjadikan secangkir kopi terasa nikmat. Lebih-lebih mendoan-tempe lengkap dengan cabai masak—dan tidak terlalu tua—dan pisang goreng masih dengan asap-nya yang mengepul juga terhidang dalam piring-piring perak putih ukuran besar.
Hujan masih merinai-rinai ketika seharusnya senja menyentuh cakrawala bersama jingganya yang memenuhi angkasa. Langit masih sama, kelabu, maka hanya burung walet yang tetap setia menjelajah angkasa. Bagi burung walet tidak ada acara minum teh seperti yang biasa kau lakukan di beranda rumahmu. Senja dengan rinai hujan atau tanpanya bagi mereka tetap sama tidak seperti rasa yang terbesit dalam lidahmu : teh pahit yang semakin terasa hambar tanpa puisi senja.

Hujan Dan Segala Rasa | (C) Andy Riyan


Discover more from Jejakandi

Subscribe to get the latest posts to your email.

6 responses to “Hujan Dan Segala Rasa”

  1. teronggemuk Avatar

    YEEEE AH BISA BANGET BIKIN BAPER!

    Like

    1. jejakandi Avatar

      Yeeee ah capslock mu rusak? :v wkwkwk

      Like

      1. teronggemuk Avatar

        JEBOL. HAHAHA…

        Like

  2. Yanti Avatar
    Yanti

    Baris pertama OK deehhh..merinai-rinai ..rr rr nn nn aai aai, beautiful sound I like it..aku juga bisa nih ya rainy rainy days

    Liked by 1 person

    1. jejakandi Avatar

      Ah itu cantik banget untuk puisi bulan november atau januari nanti,

      Like

  3. Liebster Award 2020: Thank You Tia, Ayu Frani & Arin – Jejakandi Avatar

    […] Jiwa Ku MencarimuHujan Dan Segala RasanyaSatu […]

    Like

Katakan sesuatu/ Say something

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Halo

Saya Andy Riyan

Menulis adalah obat bagi jiwa yang tersesat. Dulu saya menjadikan blog ini sebagai tempat menuangkan pikiran-pikiran acak tanpa tema yang khusus. Bagi saya jiwa yang tersesat perlu diselamatkan, dengan menuliskan pikiran-pikiran sebagai terapi yang sempurna.

Let’s connect

Discover more from Jejakandi

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading