Apa cuma saya disini yang sering kebingungan kapan harus memulai paragraf baru, kapan memenggal sebuah naskah menjadi paragraf-paragraf yang berbeda, dan kapan dua paragraf atau lebih sebaiknya di mix menjadi satu paragraf saja? Apa hanya saya?
Sudah lama saya Googling kesana-kemari mencari trik atau teknik penulisan naskah dan membuat paragraf menjadi menarik, namun saya hanya menemukan yang ‘itu-itu saja!’. Bagi sebagian orang paragaraf mungkin sebuah hal yang sepele, tapi bagi saya kadang bikin frustasi dan bikin mood berantakan.
Karena tidak ada trik yang benar-benar jitu, akhirnya saya putuskan untuk berimprovisasi mengembangkan teknik sendiri. Dengan membaca karya-karya penulis terkenal yang mampu mengembangkan ide sederhana menjadi paragraf-paragraf yang sangat indah, sebut saja Khalil Gibran. Pada mulanya tulisan-tulisan saya sedikit banyak di pengaruhi oleh beliau. Tapi pada perkembangannya sering nampak absurd untuk tulisan yang menempatkan banyak klausa atau malah kadang tidak relevan sama sekali untuk naskah-naskah ilmiah.
Improvisasi saya di mulai dari feeling. Menulis secar sporadis. Misalnya jika ada paragraf yang terlalu panjang, tanpa alasan yang cukup rasional, tiba-tiba saja sudah saya pecah menjadi beberapa paragraf berbeda. Begitu pula ketika kalimat-kalimat yang disusun terkesan sangat pendek untuk membentuk sebuah paragraf, saya gabung dengan paragraf sesudahnya atau sebelumnya… masih tanpa alasan yang cukup rasional juga.
Nah baru saja saya mendapat pencerahan tentang sebuah teknik baru. Teknik ini saya dapatkan dari twitter-nya Mbak Sitta Karina @sittakarina. Karena tidak dijelaskan secara gamblang disana, saya mencoba menafsirkannya sesuai pemahaman saya sendiri. Saya melihatnya teknik ini sangat menarik. Dan saya baru akan mencobanya. Sebagai catatan, tulisan ini merupakan pertamakalinya saya mengaplikasikan teknik itu. Nah begini tekniknya.
A New Character Comes Along
Seorang/sebuah/seekor karakter-baru muncul. Ini adalah sebuah pandangan baru dalam dunia kepenulisan saya. Saya membayangkannya begini: Pada paragraf pertama sedang menceritakan seorang atau dua tokoh atau lebih yang sedang saling terlibat. Kemudian pada ‘scene’ berikutnya akan muncul tokoh lain. Maka tokoh lain ini ditempatkan pada paragraf kedua. Contoh:
Di antara para pemimpin kaum Noldor, hanya Angrod dan Aegnor yang sepemikiran dengan raja; sebab mereka bermukim di wilayah-wilayah darimana Thangorodrim bisa terlihat, dan ancaman Morgoth senantiasa tertanam di dalam benak mereka. demikianlah, rancangan-rancangan Fingolfin pun tidak berubah, dan untuk sementara negeri itu hidup dalam damai.
Akan tetapi ketika generasi keenam Manusia setelah Beor dan Marach belum lagi dewasa sepenuhnya, sebab ketika itu baru empat ratus lima puluh tahun berlalu semenjak kedatangan Fingolfin, terjadilah bencana yang telah lama di takutinya, bahkan lebih mengerikan dan mendadak daripada ketakutannya yang paling gelap.
The Silmarillion-JRR Tolkien
Dalam paragraf tersebut, Fingolfin merupakan raja yang terlibat intens dengan angrod dan Aegnor dalam ‘sepemikiran’. Fingolfin juga terlibat dengan klan Beor, namun keterlibatan klan Beor ini muncul setelah intensnya Fingolfin dan dua pemimpin kaum Noldor tersebut.
A New Event Happens
Sebuah peristiwa-baru terjadi. Hal ini akan mudah dipahami ketika membaca sebuah paragraf naratif. Dimana sebuah kejadian terjadi secara berurutan. Contoh:
Selepas bergantian sholat Isya’ di Mushola kedai kopi, Musa datang. Musa menolak ketika kutawari sesuatu untuk di pesan. Katanya takut jadi berhasrat ingin pipis melulu.
Musik beraliran dangdut koplo mendentum-dentum hebat seiring semakin berdatangan pelanggan menyesaki kedai tradisional ini.
Dalam paragraf itu terlihat dua peristiwa yang terjadi secara berurutan. Peristiwa pertama : Musa menolak ditawari sesuatu untuk dipesan. Peristiwa kedua: Musik berdentum-dentum hebat seiring berdatangan pelanggan. Bisa jadi musik sudah mendentum-dentum sebelum Musa datang, namun narasinya menggambarkan bahwa pandangan penulisnya begini: musik yang mendentum-dentum baru mendapat perhatian setelah Musa datang.
New Idea Is Introduced
Sebuah ide-baru diperkenalkan. Tanpa penjelasan panjang lebar, orang yang bahkan paling awam sekalipun sepertinya mengerti tentang teknik ini. Dalam satu paragraf yang ‘baik’, ‘selalu’ terdapat satu induk kalimat yang diikuti oleh beberapa kalusa sebagai penjabaran induk kalimat tersebut. Jadi misalnya sebuah ‘kecelakaan’ terjadi saat menulis: terdapat dua induk kalimat (inti paragraf) paragraf itu di pecah menjadi dua. Contoh:
Semua orang menyebutnya sebagai perasaan dilema. Seperti tercerabutnya akar cinta yang kita bisa mati tanpanya. Bukan sesuatu yang buruk untuknya, rasa. Sebenarnya hanya tidak baik bila menginginkannya sangat. Seperti sebuah candu yang tak bisa menunggu apalagi berpaling darinya, aku menjadi gila.
Kau permainkan kata-kata seolah rasa telah menjadi jiwa, terhubung kedapanya, tanpa suara. Mendamaikan dirimu dengan masa lalu. Seolah perjalanannya adalah menemukanmu sebab, dia mencurahkan rasa yang… hanya sedikit mirip dengan milikmu. Namun bukan cinta jika ia tak bisa memercikkan api dari gumpalan-gumpalan es yang telah lama membeku. Bukan cinta jika ia tak bisa membuatmu mencucurkan darah dari nadi-nadimu.
Induk kalimat pada paragraf pertama tersebut yaitu perasaan dilema. Sedangkan pada paragraf kedua, induk kalimatnya adalah : bukan cinta jika ia dan seterusnya. Pada mulanya dua paragraf itu digabung menjadi satu paragraf.
The Setting Change
Nah ini lebih mudah lagi daripada teknik sebelumnya. Melihat perubahan setting lebih mudah daripada mengklasifikasi dua ide yang berbeda. Contoh:
Temanggung, sebuah kota kecil di kaki gunung kembar, Sindoro-Sumbing. Kota yang beriklim dingin yang terletak persis di tengah-tengah pulau Jawa, tanah yang kurindukan, tempatku besar di tengah pergaulan.
Hari itu cuacanya sedang bagus, langitnya bersih hanya sedikit awan yang terbawa angin meluncur cepat kearah utara, matahari bersinar keemasan mengintip dari balik kerimbunan pohon nangka yang tumbuh di halaman, sinarnya menembus hingga cangkir minum kopiku berkilau keperakan memantulkan cahaya.
Saat itu aku sedang duduk di teras rumah, sedangkan istriku sedang menyapu halaman dan Dimas, putraku, berada di gendongannya. Datang dari selatan, seorang laki-laki dengan baju berwarna orange menghentikan motornya depan pagar kemudian berjalan pekarangan rumah yang langsung disambut oleh istriku. Aku hanya mengamatinya dari kejauhan. Lelaki itu kemudian menyerahkan sebuah amplop besar dan istriku menandatangani secarik kertas mungkin tanda kiriman telah diterima. Setelah tamu itu mengundurkan diri, segera istriku menghampiri dan langsung duduk di kursi disebelahku.
Trilogy Gubuk Jerami—Andy Riyan
Pada paragraf pertama tersebut bersetting di Temanggung, sebuah kota yang dirindukan tokoh ‘aku’ Dan paragraf kedua bersetting di suatu hari di suatu tempat yang berlimpahan dengan sinar matahari. Kemudian berpindah ke paragraf ketiga, yaitu tokoh aku menempati setting di teras rumah. Mungkin (bisa jadi) setting paragraf kedua dan ketiga berada ditempat dan hari yang sama, namun itu dua ide yang berbeda.
New Person Is Speaking
Ini merupakan pemenggalan paragraf yang paling gampang, yang sudah saya praktikkan selama ini. Ketika hendak menempatkan orang lain untuk berbicara, menyela atau menyahut lawan bicara, tanpa banyak mikir… bahkan secara otomatis tombol “Enter” telah terpencet. Contoh:
“Kita akan pulang ke Temanggung, Mas?” ujar Rani hampir tak percaya, “Akhirnya kita akan pulang juga.”
“Iya,Dik, kita akan mengunjungi orang tuamu juga… Dan kalau masih ada waktu kita juga akan berkunjung kerumah saudara tuamu itu.”
“Aku jadi sudah enggak sabar lagi, kapan kita akan berangkat, Mas?”
Trilogy Gubuk Jerami—Andy Riyan
Times moves Forward Or Backward
Waktu bergerak maju atau mundur. Ini lumayan sulit ditafsirkan juga, menurut saya. Sebab narasi biasanya ya begitu… jika tidak maju ya mundur. Jadi saya menafsirkannya begini; misal pada saat menulis, kita menghadirkan narasi gabungan maju dan mundur, nah selang antara maju dan mundur tersebut dipisahkan oleh “Enter” alias ganti paragraf. Contoh:
Perasaan yang asing bagiku. Aku tidak suka mendengar tawa perempuan itu. Aku juga tidak suka membayangkan Mas Totok berada bersama perempuan lain jam sebelas malam begini.
Harus kuakui, aku menikah dengan Mas Totok tidak dengan cinta. Jelasnya, aku tidak mencintai Mas Totok. Dan Mas Totok juga tdak mencintai aku.
Bintang Dini Hari—Maria A. Sardjono
Paragraf pertama memiliki alur maju. Kemudian si pencerita flasback, dan flasback inilah yang kemudian dinarasikan dalam paragraf kedua.
The Camera Moves
Kameranya berpindah? Apa maksudnya ini? ‘Mungkin’ begini… dalam sebuah narasi kita mengenal POV (Point Of View). Orang yang memainkan POV ini biasanya menangkap atau menghadirkan gambaran pada pembaca melalui indera matanya yang dalam film seolah-olah merupakan fokus dari kamera. Nah saat mata berpindah tempt menuju tempat lain hingga seolah olah fokus itu memenuhi layar film. Contoh:
Dua bocah yang datang pertama dan kedua itu berdiri mematung di tempatnya masing-masing. Mata mereka beradu memandang satu sama lain. Tak ada senyum yang tersimpul dari keduanya. Takada yang membuka suara.
Sapu di tangan Ai melorot dan jatuh. Ketika bunyi sapu terdengar menghantam lantai, dua bocah itu serentak lari kearah lawannya masing-masing. Mereka kemudian melompat dan saling berpelukan.
Paragraf pertama, kamera menyorot pada dua bocah yang berdiri mematung dalam skala wide. Paragraf kedua kamera menyorot pada mode slow motion hanya pada sebuah lengan Ai dan sapu itu. Eaaaaaaaaaaaa!!!
Demikianlah tulisan tentang teknik memenggal paragraf. Temen-temen punya pendapat lain atau penafsiran lain? Silakan tinggalkan komentar.
Saya Andy Riyan
Katakan sesuatu/ Say something