Seperti rumput, rasa suka tidak mengenal tempat untuk tumbuh. Di tanah tandus ataupun subur, ia ada bahkan menancapkan akar-akarnya. Lalu ia bisa bertahan dengan segala musim. Seperti rumput, rasa suka tak mengenal musim untuk tumbuh. Ia tumbuh kapanpun ia mau dan begitu saja.
Pernah suatu ketika aku menyusuri belantara. Di tanah-tanah yang jauh di pedalaman tak bernama. Aku menemukan rumput yang memiliki bunga. Ia tumbuh di antara lumut, pakis dan tonggak-tonggak tua. Dan kukira mentari tak sampai menembus menyapanya. Sebab, rimbun hutan meneduhinya. Ku kira rumput berbunga itu pun lama tak tersentuh hujan. Sebab, tanah di sekitarnya pun kerontang. Tapi rumput itu subur, bunganya indah, berwarna merah muda.
Seperti rumput berbunga, rasa suka pun bisa tumbuh menjadi cinta. Ia tak mengenal tempat dan bagaimana kondisinya.

Aku tak memahami apapun tentang cinta kecuali hanya sedikit dari ilmu rumput yang sangat bersahaja. Hanya memadu embun dan sedikit sinar mentari, kalau bisa. Pengetahuanku tentang cinta tak lebih dari rumput yang tumbuh jua. Walau senantiasa dipangkas setiap harinya.
Aku seringkali menemukan rumput ada di mana-mana. Rumput berbunga di belantara. Rumput hijau milik tentangga. Rumput setinggi dada, alang-alang namanya, masih tumbuh di bukit cemara. Namun, rumput yang ku temukan hari ini berbeda. Dan aku pun meminta pada cabang-cabang yang telah tua, untuk menyanyikan rumput ini dan memasukkannya pada daftar panjang tentang nama-nama.
Biarpun berbeda, rumput yang kutemukan hari ini juga memiliki kesamaan seperti yang lainnya, tak perlu di tanam. Dan di malam yang tak begitu indah ini aku berdo’a. Semoga rumput ini lekas menemukan pencintanya selain aku yang juga mengaguminya. Sebab, aku hanya akan mampu mengagumniya saja setelah waktku yang paling berharga telah menyita segala-galanya.
Ilmu Rumput (C) Andy Riyan
Note: Setelah sekian lama, senang bisa menuliskan alegori lagi, berkat inspirasi yang tak terduga hari ini.
One Comment Add yours