Tentang The Fall dan The Silmarillion

Selamat malam semuanya, aku harus selalu merasa senang ketika dapat hadir kembali dalam menuangkan segala ide dan apa saja yang terlintas di kepalaku. Harus selalu merasa senang ketika jemari ini menyentuh pena dan menari-nari dalam buku. Harus selalu merasa senang ketika mendengar… “Ck tak ck ck tak tak tak…” suara keyboard merek Votre—entah keyboard yang ke-berapa yang pernah kubeli— itu, terlebih lagi ketika cekkecekecekeckek itu terdengar sangat cepat seperti tak kan bisa berhenti karena ia penuh semangat berkejar-kejaran dengan pikiran yang terus berlari-lari. Dan kemudian harus selalu merasa senang sekali ketika akhirnya berhasil membagi buah pikiranku kepada kalian semua, Amigos! Siapa Amigos? Siapapun yang telah mampir di jejakandi ini… bagiku adalah Amigos. Hai Amigos, semoga baik-baik selalu ya dimana saja kalian, semoga kalian selalu dalam limpahan rahmat dan kasih-Nya. Amin.

Buah pikiran kali ini adalah tentang The Fall dan The Silmarillion yang sebelumnya pernah aku tulis di akun Instagram—media sosial yang paling buruk yang pernah ku jumpai— milikku (barangkali Amigos pengen jelajah di akun Instagramku, boleh silakan scroll aja di @jejakandi *tenang, gak bakalan stuck dengan gembok). Tadi kamu komentar Instagram adalah media sosial yang paling buruk, mengapa begitu, Ndi? Ah lain kali aku ceritakan mengapa Instagram adalah media sosial yang menurutku paling buruk, sekarang kita bahas saja The Fall dan The Silmarillion. Well, Amigos pasti tahu kalau The Fall itu adalah karya Albert Camus sedangkan Profesor Tolkien -lah yang menulis The Silmarillion.

The Fall

Banyak yang mengatakan bahwa buku The Silmarillion yang ditulis oleh J.R.R. Tolkien (di-edit oleh putranya, Christopher, dan diterbitkan secara anumerta) merupakan buku yang relatif ‘sangat’ sulit—sulit untuk diphamai, dimengerti, diikuti jalan ceritanya, atau sulit diuraikan lebih sederhana—bahkan oleh penggemar Prof. Tolkien sendiri, apalagi yang versi English.

Membaca The Silmarillion, memang tidak semudah atau seenak dan senyaman ketika membaca karya Prof Tolkien yang lain, The Lord of The Ring, apalagi The Hobbit ya, anak-anak aja bisa ngerti, ya iyalah itu kan memang ditulis untuk diceritakan kepada putra dan putrinya, Bahlul Kamu!. Tapi… meskipun begitu, The Silmarillion, untuk versi Bahasa Indonesia, aku sudah berhasil mengkhatamkannya 4 kali. Wkwkwkwk Bangga banget, Ya? Bukan cuma bangga! Tapi mbahne bangga! Dan untuk versi English-nya baru khatam sekali *Cling! apakah kaca mata hitamku menyilaukanmu?

The Fall, LOL! Pada saat aku menulis di Instagram Tentang The Fall dan The Silmarillion, belum pernah sekalipun berhasil mengkhatamkannya padahal sudah sekitar 6 bulan sejak buku itu dibeli. Padahal bukunya cukup tipis, kurang dari 200 halaman.

Ada 3 alasan, mengapa The Fall oleh Albert Camus tidak kunjung khatam juga.

Pertama, The Fall bukan jenis novel umum, dengan Genre yang mudah diterima oleh banyak kalangan. Maksute opo, Ndi? Begini… The Fall memang memiliki struktur yang tidak biasa sehingga sulit untuk dipahami dan ditangkap apa yang sebenarnya ingin penulis sampaikan. Orang-orang membeli buku ini, menurutku karena nama penulisnya yang kadung terkenal. Peraih nobel sastra!!

Kedua, memang dasar aku-nya saja yang tidak memiliki pemahaman yang cukup akan novel hebat, karya terakhir dari seorang Albert Camus sebelum menerima Nobel Sastra itu. Atau lebih jelasnya, kualitas membacaku dan kualitas screening-nya turun atau bahkan munukik jatuh, jika demikian, ini sungguh berbahaya. Hemmmm.

Ketiga, mungkin waktu luang dan waktu potensial untuk memahami bacaan yang kumiliki tidak lagi seperti ketika dulu membeli The Silmarillion, singkatnya relatif lebih sedikit. Tapi sebenarnya tidak fair juga kalau membandingkan The Fall dengan The Silmarillion, sebab bagaimanapun juga aku kan fan die hard-nya Eyang Tolkien. Heuheuheu!

Daaaaaaaaaaaaaan…. Akhirnya pagi harinya setelah update Instagram tentang The Fall dan The Silmarillion, aku pun update lagi, update Masih Tentang The Fall. Sungguh The Fall ini memang memiliki banyak cerita deh, untuk kehidupanku sendiri… Stop! Jadi update gimana, Ndi? Gih simak dibawah ini yak… Aku kutipkan langsung dari Akun Instagram Gue.

“LOL! Tiba-tiba saja saya sudah menamatkannya.” Kekehku waktu itu, mengawali updatan terbaru di instagram.com/jejakandi/ .

the fall 2

“Ada perasaan yang sangat aneh ketika berhasil melakukannya sehingga saya harus menuliskan pengalaman saya di Instagram yang bodoh ini.” Aku masih saja mengomentari kalau Instagram itu media sosial yang paling buruk, dan aku tetap menggunakannya, bahkan sampai sekarang ketika membagi buah pikiranku, pada Amigos, aku masih menggunakannya.

Ceritakke wae nak ngono, Ndi, opo sebabe? NO! Lain kali saja!

Kembali ke kutipan langsung di akun Instagram, “Seperti sebuah perasaan kecewa namun puas, atau puas namun kecewa. Albert Camus, bermonolog, seolah-olah dia telah dengan sengaja menempatkan diri saya untuk menjadi orang yang diinginkankannya, atau mengakui legitimasi yang ingin dia dapatkan dari saya.

Aku ditempatkan dalam posisinya, kemudian diberi teropong ajaib, yang bisa melihat apa saja, untuk mengintai apa yang seharusnya orang-orang telah melakukannya atau minimal memikirkannya hal sesederhana itu. Dan hal itu telah dengan sangat keras menyindir saya, memukul dan menendang saya sampai batas imajinasi. Dia seolah-olah hendak menyetir pikiran semua orang, bahwasanya saya dan semua orang yang sudah berhasil masuk dalam monologue-nya selalu sekian detik terlambat menyadarinya, sebab seharusnya, pun demikian saya sudah melakukan semua ini tetapi mengapa hanya Albert Camus seorang yang menuliskannya dan itu sudah dilakukannya bertahun-tahun yang lalu.” Bentar aku mengambil nafas dulu untuk mencermati kutipan langsung dari Instagram ini. Mengapa kata-katanya jadi berantakan dan rak jelas ngono, Ndi? Albert Camus telah menenggelamkan aku dalam relung imajinasi yang sulit dideskripsikan dengan kata-kata. Begitu yang ingin aku sampaikan kepada siapapun yang kebetulan lihat postinganku di Instagram.

“Dia benar-benar brengsek!” Maki aku waktu itu, “Albert Camus benar-benar brengsek! Dengan tulisannya ini, dia benar-benar telah menghina saya, seolah-olah dia menegaskan dia sudah tahu segala apa yang akan dilakukan oleh semua orang bertahun-tahun setelah kematiannya. Ia benar-benar secara halus telah membuat saya merasa begitu bodoh!

Apa sebenarnya yang lebih aneh dari merasa lebih bodoh dari seorang peraih nobel sastra? Ia menuliskan semua hal sederhana yang sebenarnya mampu semua orang melakukannya, tapi tak pernah dilakukannya. Dan itu sangat menjengkelkan. Semua monolog saya sudah ada yang menuliskannya bertahun-tahun yang lalu yaitu oleh seorang Albert Camus.”

“Salam Jari Tengah!”

“Apakah saya perlu bercerita bagaimana semua ini terjadi? Menamatkannya dalam semalam setelah sekian bulan tertunda? Saya rasa tidak perlu! Sebab ini akan semakin menegaskan kekalahan saya pada seorang Albert Camus. Saya menyarankan kalian membacanya sendiri, tapi ingat…. Jika nanti kamu merasa dipecundangi olehnya juga, saya sudah mengingatkannya.”

“Sekali lagi…. Salam Jari Tengah!”

Ndi kok awit mau nyeritak ke The Fall wae, padahal judule kan The Fall dan The Silmarillion, lha kapan arep cerito The Silmarillion? Wah! Setahun pun kalau aku harus cerita tentang Mahakarya-nya Profesor J.J.R Tolkien, tetep gak rampung. Moco dewe wae lah, bukune regone murah kok! Mbiyen aku pas tuku tahun 2015 regone mung Rp130.000,00

Wis ngono wae yo… sekali lagi matur suwun wis gelem mampir ning kene. Salam hangat, mugo-mugo dino-dinomu nyenengake yoh! Aku Andy Riyan, isih ning Deso Udan.

Temanggung 3 Desember 2017

One Comment Add yours

  1. momo taro says:

    Salam jari tengah

    Wis ngono wae aku arep lungo.

    Like

Katakan sesuatu/ Say something

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.