Cak—Emha Ainun Nadjib—Nun yang sibuknya luarbiasa begitu kok bisa menulis ribuan tulisan dan menghasilkan buku dengan sangat cepat dan sangat produktif ya. “Itu Mbah Nun, lah dirimu itu siapa? Umure koe piro? Bocah lagi wingi sore leh kok kementhus temen mbandingke awakmu karo Mbah Nun.” — Umur kamu berapa? Bocah baru kemarin sore kok sok-sokan banget membandingkan diri dengan Mbah Nun.—Begitu kata diriku kepada diriku yang lain yang langsung menuai protes : “Lah Mbah Nun kui sopo? Lak yo podo manungso to? Yo mangan sego to, opo mbok koe pikir Mbah Nun ki mangan geni? 24 jam sedino wektu sik mbok di duweni, yo ra?”—Lah Mbah Nun itu memangnya siapa? Ya sama-sama manusia bukan? Ya makan nasi juga kan, atau kamu pikir Mbah Nun itu makan api? Waktu yang dimiliki juga 24 jam sehari kan, ya gak?—
Yo sak karepmu-lah!!
Ya kalau Mbah Nun dan aku itu sama, sama-sama manusia, memangnya kenapa kalau aku memilih Mbah Nun sebagai role model, sebagai contoh kalau kesibukan itu bukan sebuah alasan untuk berhenti produktif?— yo ra salah, sih. Mung kabotan.— gak salah sih, cuma kok ketinggian banget gitu. Dirimu menulis blog aja masih serampangan, masih keteteran, kok piye.
Perdebatan antara diriku dengan diriku yang lain dalam diriku itu tidak pernah berhenti dan tidak akan pernah berhenti. Makanya sekarang ini, aku memaksa diriku sendiri untuk menulis blog yang sekarang sedang amigos baca ini. Abis aku setress sendiri ngrungokke wong sik lagi do padu iki —mendengarkan orang-orang-yang sedang pada debat kusir.
Kalau ada yang mengira bahwa aku tidak menulis setiap hari, itu salah—siapa juga yang mau ngira-ngira ya?—. Walau pada kenyataannya aku jarang banget ngeblog, tetapi aku menulis setiap hari. Dan mengapa aku tidak ngeblog setiap hari juga?
Ya hemmmm begini, menulis di blog atau menulis di mana saja itu kan untuk dibagikan ke orang lain, tentu saja kudu mengalami revisi, editing, sunting, sensor segala macem. Nah hal-hal seperti itu yang aku belum mampu. Jangankan yang begituan ya, mengumpulkan tulisan yang berserakan di Twitter, di buku ini di buku itu, di notepad, di evernote. Setelah itu masih harus memilih dan memilah lagi. Ah aku enggak belum bisa.
Dan pada dasarnya juga, aku tidak pintar membuat plot : setelah ini ngomongin ini, abis itu ngomongin itu. Setelah paragraf ini paragraf itu. Flow-nya harus diubah biar dapat hook segala macam—itu aku belum bisa. Dan baru belakangan ini aku belajar membuat outline, yang gilanya, masyaallah banget. Katanya orang-orang bisa menyelesaikan outline dalam waktu 30 menit bahkan ada yang 15 menit. Dan aku? Sudah seminggu lebih belum bisa menyelesaikan satu outline pun. Padahal kata orang-orang, tulisan akan segera rampung kalau kita sudah menyelesaikan outline dengan baik. Tamat riwayat gue. Jadi mohon maaf kalau tulisannya sulit dimengerti sulit dipahami dan masih banyak ejaan yang error, soalnya ya tahu sendirilah, agak kurang telaten nih.
Beginilah tulisan saya di bulan November tahun 2018.
“Cak Nun kui sopo?” Aduh… orang ini mengajak ribut lagi. “Idolaku arep ribut po piye?”
[Sepi]
[Nyenyet]
[Sudah ditinggal tidur ternyata]
Sering melingkar di Maiyah dong bang?
LikeLike
Gak sering sih, tapi ngikuti.
LikeLike
Begitu
LikeLiked by 1 person
Betul
LikeLiked by 1 person