Berdiri ku sendiri di sudut yang sunyi.
Memandang luasnya hamparan dedaunan yang dingin.
Lalu mengingat tentang masa-masa yang telah lama.
Tentang saat berselimut dengan tebalnya kabut.
Ketika berdiri di puncak tertinggi
dari setiap gunung-gunung yang kudaki.
Saat aku akan pergi ke dunia-dunia yang telah memudar.
Tempat senja-senja telah menjadi temaram.
Saat aku begitu lelah dan bertanya.
Sampai bintang-bintang kan tenggelam dalam cahaya.
Semoga aku tahu,
ketika Tuhan menjawab do’a-do’aku.
Semoga aku mengerti,
ketika Tuhan menghampiri karena aku begitu rindu.
Semoga aku memahami,
ketika Tuhan mengajariku dan
menunjukkan isyarat-isyarat-Nya padaku.
Semoga Tuhan melimpahkan salam kedamaian.
Kepada sang terkasih, sulthonul anbiya’,
yang menjahit sendiri bajunya yang robek
dan menambal sendiri alas kakinya yang koyak.
Dan kepada para kekasih yang merindu-Nya.
Dan kepada para pembaca detak jiwa-detak jiwa
yang ku alamatkan kepada-Nya
dan kepada kekasih-kekasih-Nya.
Munajat Si Perindu | Andy Riyan
Kredit gambar : Pixabay, keyword : Alone
wah luar biasa ini gan puisi nya, makna nya dalem banget, jadi bikin ane jadi lebih semangat dalam menjalani kehidupan ini ๐
LikeLike
Syukurlah kalau ‘detak jiwa’ ini membuat sahabat menjadi lebih semangat. Saya sebagai penulis, ya menulis aja. Terima kasih sudah mampir.
LikeLike
syahdu puisinya
LikeLiked by 1 person
Aye… Pak Narno. ๐
LikeLike