Review Buku : Angsa Liar – Sampulnya Aja yang Porno, Isi Bukunya Jauh dari Porno

angsa liarIni adalah kali pertama saya membuat review buku sekaligus membuat sinopsis lengkap yang saya maksudkan untuk saya posting di blog. Sebelumnya aku sudah banyak membuat tulisan-tulisan semacam catatan-catatan mengenai ulasan saya terhadap buku yang aku baca. Tetapi selalu saya putuskan hanya mentok berakhir di jurnal saja, cukup sebagai coretan-coretan yang mengisi tanggal-tanggal dalam buku pada tahun-tahun yang aku lalui. Alasannya, aku tidak ingin menambah kesulitan-kesulitan dalam menikmati suatu karya. Sebab setelah sekali atau dua kali membuat ulasan terhadap suatu buku, dalam hal ini semacam review dan penilaian saya terhadap buku, maka aku merasa akan punya tanggung jawab moral untuk menuliskan ulasan semua buku yang pernah aku baca. Capek, Rek! Dan kenapa kali ini tiba-tiba aku memaksudkannya untuk sebuah catatan di blog? Ya untuk sekali saja—bahwa aku juga bisa menulis ulasan tentang buku yang aku baca dan ada yang membacanya—; yang mungkin akan menjadi yang pertama dan terakhir kalinya.

Angsa Liar adalah sebuah novel yang diterjemahkan oleh Ribeka Ota dari karya Mori Ogai yang judul aslinya Gan (aku nyontek di halaman hak cipta karena gak bisa baca huruf Jepang dan China).

Secara keseluruhan aku menyimpulkan novel ini sebagaimana yang sudah saya singgung sebagai judul dari postingan ini: “Sampulnya aja yang porno, isi bukunya jauh dari porno.” Ya bisa kamu lihat sendiri buku ini bersampul gambar yang tak senonoh. Meski dalam buku ini akhirnya diceritakan juga bahwa perempuan yang ada dalam sampul itu adalah seorang gundik; wanita simpanan seorang rentenir.

20190921_183943 20190921_192812.jpg

Angsa Liar karya Mori Ogai yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Ribeka Ota ini diterbitkan di Indonesia oleh penerbit Moooi Pustaka—bacanya bagaimana aku juga gak ngerti—ini adalah sebuah novel yang tipis yang disajikan dalam fragmen-fragmen pendek; menceritkan tentang suatu kisah yang terjadi di Era Meiji—lebih tepatnya pada kisaran tahun ke 13-14 Era Meiji.

Seperti biasa, untuk saya pribadi, membaca sastra Jepang memang selalu menyenangkan. Pemaparan cerita yang mendeskripsikan suatu tempat dan kesan dalam budaya tradisional Jepang selalu menjadi kesenangan tersendiri bagiku. Dan dalam novel ini, meskipun banyak deskripsi di sana-sini—yang normalnya—akan membuat cerita berjalan lambat, hal itu tidak terjadi di Angsa Liar ini. Untuk ukuran sastra Jepang yang banyak paragraf deskripsinya, cerita ini berjalan cukup cepat dan tidak monoton. Dari awal membaca, seperti biasa satra Jepang pada umumnya, saya sudah dapat menebak endingnya akan seperti apa, dan ya… yang terjadi memang… you know-lah sastra Jepang selalu sperti itu. Jadi tidak ada hal yang baru. Tapi… somehow aku masih saja selalu suka dengan hal yang seperti itu. Kesannya begitu mendalam.

Kisah dalam Angsa Liar ini semula dibuka oleh seorang narator yang menjadi figuran dalam kisah ini. Sang narator yang tidak diceritakan namanya itu mula-mula mengisahkan tokoh utama cerita (Okada) sebagai teman kos. Meskipun sang narator sendiri dengan sangat eksplisit menceritakan bahwa Okada adalah tokoh utama dan tokoh sentral dalam cerita ini, namun nayatanya sampai fragmen ke-13–bahkan sampai fragmen 16–masih Otama, seorang gadis miskin tetapi cantik dengan tubuh yang terawat dan memiliki postur yang digilai oleh para lelaki.

Otama begitu sangat disayangi oleh satu-satunya keluarga yang tersisa; ayahnya, harus menderita kemiskinan. Tetapi meskipun hidup dalam pemuh kemiskinan dan keserbakekurangannya ayah Otama selalu menolak lamaran lelaki yang tidak cukup baik menurut pandangan ayahnya itu. Hingga akhirnya ayah Otama terpaksa menerima lamaran seorang polisi. Yang pada akhirnya ternyata polisi ini adalah seorang bajingan yang hanya ingin menikmati tubuh Otama yang merangsang birahi itu.

Setelah lepas dari seorang polisi, Otama bersama ayahnya mengasingkan diri ke desa yang jauh. Untuk menghindari omongan buruk tetangga dan keluarga besarnya.

Setelah ini fragmen ceritanya berpindah kepada tokoh lain bernama Suezo. Seorang rentenir yang dulu bekerja sebagai pembantu dan pesuruh di rumah Kamijo, kos-kosan di depan Universitas Kedokteran di Jepang. Yang kemudian menjadi tuan dari Otama. Otama, di mata Suezo dikisahkan sebagai perempuan yang paling menakjubkan, paling cantik di seluruh Jepang. Tetapi karena Suezo sudah beristri, maka Otama hanya daimbil sebagai gundik. Dari sini cerita nak turun seputar Suezo, istrinya dan Otama yang dibelikan rumah baru di Muenzaka.

Pertemuan antara Otama dan Okada sebenarnya terjadi sangat lambat, bahkan ceritanya pun sangat minim. Namun di sinilah, segala emosi di aduk-aduk, saking asiknya mengaduk-aduk beras pun sampai menjadi bubur. Otama mulai merasa hidup dan bahagia. Dan…. Sukup sudah sampai di sini saja.

***

Jika seseorang perlu sebuah buku untuk dijadikan model buku yang ingin ditulis, buku Angsa Liar ini adalah model yang sungguh bagus menurutku. Kisah-kisah yang berkelindan dalam novel tipis ini sangat rapi dan teliti saling berjalinan dengan harmonis. Nyaris tidak ada plot dan adegan yang mubadzir. Karena setiap cerita dan setiap adegan di sini memiliki motivasi yang besar tidak sekedar pemanis dan mempertebal halaman. Sehingga meskipun novel ini sangat tipis hanya 150 halaman, novel ini sangat kaya dan padat. Memberi kesan mendalam. Saya hampir mengingat persis setiap alurnya. Karena memang mendetail seperti sedang menonton sebuah film khas tradisional Jepang.

Saking enaknya membaca novel ini, sampai-sampai aku seperti bisa menceritakan kembali dalam enam halaman buku. Aku nyaris menyalinkan semua hal yang telah aku tulis mengenai novel ini di blog. Dan kalau saja tidak ada masalah dengan spoiler aku bisa menumpahkan semua plot dan adegan dalam blog ini. Overal aku memberi skor untuk novel ini 8.5/10. Tetapi karena aku penggemar berat sastra Jepang, aku memberinya skor 9.2/10.

Sekian dari saya sampai bertemu lagi di jurnal Andy Riyan yang lain.

4 Comments Add yours

  1. BigBangJoe says:

    salah satu dari beberapa hal yang bisa didapat dari buku ini: bilang terus terang kalau suka. jangan diam saja. entar keburu hilang. aaahahhahahahaha….

    sepakat. saya juga suka banget dengan novel-novel jepang – paling suka dengan detail situasinya, meski terkesan lambat tapi kalau ga mau baca dengan detail pasti akan banyak hal yang terlewat. nampaknya sih novel-novel jepang bukan untuk sekedar dibaca selewat saja ya….

    Like

    1. jejakandi says:

      Ahaha… jangan gengsi. Cobalah terus terang barangkali bersambut, begitu.

      Betul. Novel Jepang memang harus dinikmati baris per baris. Kalimat demi kalimat, sambil minum teh di sore hari, sambil minum kopi di pagi hari sambil melihat gunung… lalu lemparkan saja imajinasi kita ke arah langit. Kenikmatannya memang di situ. Karena ceritanya memang suka gitu, lambat dan kentang…. 😀 😀 ahahahaha

      Liked by 1 person

Katakan sesuatu/ Say something

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.