Istirahatkan dirimu dari kesibukan mengurusi duniamu. Urusan yang telah diatur Allah tak perlu kausibuk ikut campur.
—Ibnu Atha`illah al-Iskandari—
Keletihan dan penderitaan lebih sering kualami ketika aku merencanakan berbagai hal bagi diriku sendiri lewat keinginan-keinginan yang ambisius. Keinginan-keinginan yang tak kupahami asal-muasalnya, sebab sedemikian halus, apakah itu dari nafsuku ataukah ruhku?
Tak jarang aku terjebak dalam lamunan, dan dalam nyaris hilang kesadaran itu aku lebih banyak menggumamkan kata ‘seandainya’ atau ‘kalau saja’. Sedemikian tinggi anganku, hingga rencana-rencana bagaikan tersusun sistematis dalam pikiranku. Tetapi aku melupakan satu: semua itu dari nafsuku kah atau dari nuraniku?
Sungguh ingin kuistirahatkan diriku dari urusan duniaku, ingin kuistirahatkan gelisah dan sepinya jiwaku. Sungguh, aku bersaksi Engkau, Ya Allah, mendengar lirihku… luka-luka yang pilu itu. Maafkan daku yang hina ini, Ya Allah. Karena begitu hinanya, bahkan daku merasa tak pantas mengaku sebagai hamba-Mu. Sebab Engkau-lah yang memilih apakah aku pantas atau tidak untuk menjadi hamba-Mu.
Sungguh hanya Engkau-lah yang memilih segala sesuatu, siapa yang pantas menjadi hamba-Mu dan siapa yang pantas menjadi kekasih-Mu.
Sungguh… dengan kehinaan ini, diriku tak berani meminta agar Engkau memilihku sebagai kekasih-Mu, jangankan sang kekasih, sebagai hamba-Mu saja, diriku tak berani.
Sungguh ingin kuistirahatkan diriku dari semua urusan duniaku. Letihku dan penderitaanku, seringkali membuatku cemas bahwa jika tidak kulabuhkan tenaga dan pikiranku aku terpuruk jatuh menghadapi hari esok.
Tak ingin kusesali, hanya yang aku sesali, aku memiliki masa muda yang jenuh dan tak bercahaya. Masa muda yang butakan hatiku dan tak kutahu bahwa aku pantas menjadi hamba-Mu.
Jika meminta kepada-Mu, salah, dan tidak meminta kepada-Mu pun salah, sungguh Engkau tahu, Ya Allah… bahwa ingin sekali kuistirahatkan diriku dari mengurusi semua yang telah Engkau atur untukku. Ingin sekali kuistirahatkan letih dan penderitaanku yang disebabkan oleh nafsu.
Ingin Kuistirahatkan Diriku © Andy Riyan | November 2019
Tarik nafas, ambil jeda untuk semua kesibukan 🙂
LikeLiked by 1 person
Yuk!
Kenapa kolom komentarmu dinonaktifkan?
LikeLiked by 1 person
Takut lalai ga balas komentar kak, postingan juga auto posting (terjadwal) hehe.
adakah postingan yg barangkali menarik utk dikomentari? hehe
LikeLike
Oh begitu.
Ya ada… I just wonder why some people need to closed their comments column.
LikeLiked by 1 person
Tulisannya ngena banget. Terima kasih, tulisan ini menjadi pengingat untuk tidak terlena pada urusan dunia. 🌻
LikeLiked by 1 person
Berterimakasih lah sama Ibnu Atha’illah, sampaikan salam kepadanya.
LikeLike
Hi, Mas Andy.
Tulisan yang sangat indah. Saya setuju dengan pendapat teman-teman sebelumnya, “Ketika lelah, beristirahatlah”. Memaksakan diri untuk terus berjalan, berlari atau bekerja, mungkin bukan keputusan yang baik. Benar, “Apakah ini adalah nafasku, atau ruhku ?”.
Permenungan yang dalam, Mas Andy.
LikeLike
Terima kasih apresiasinya, Mbak Ayu. 🙂
Bukan nafasku, Mbak. Apakah ini adalah nafsuku atau ruhku?
Sebenarnya saya tak terlalu suka menghancurkan imajinasi pembaca, tetapi untuk kali ini biarkan saya melakukannya agar tak salah paham. Begini, istirahat ini bukan karena lelah dalam bekerja ya, Mbak. Lelah karena bekerja sangat diperlukan dan itu baik. Lelah di sini lebih berarti kepada apakah lelah ini diperturutkan karena mengikuti nafsu ataukah memang ini kebutuhan bagi ruh. Karena ada yang lebih penting dari hanya sekedar lelah bekerja, yaitu kehendak bagi jiwa itu memang nurani yang menuntunnya dengan pikiran tidak cenderung pada nafsu itu. Kurang lebih begitu. Maaf harus menghancurkan tafsir dari pembaca. Padahal pembaca memiliki haknya sendiri untuk memiliki khayalan akan sebuah tulisan. Kali ini mohon maafkan saya. Terima kasih.
Salam hangat untukmu, Mbak Ayu.
LikeLiked by 1 person
Wooo…ternyata begitu ya.
Ia, Mas Andy memang sudah menghancurkan imajinasi dan tafsir pembawa wkwkwkw. Tapi, hal seperti ini memang sangat perlu dilakukan. Maklum, imajinais pembaca ini ke sana kemari, sesuai pemahaman.
Ia, saya rasa itu typo. Saya mau menuliskan Nafsu, kok malah jadi Nafas. Maaf sangat.
Soal lelah karena keinginan dan kehendak (Entah itu adalah Nafsu atau Ruh), entahlah. Saya pun binggung sebenarnya. Ada kalanya ketika lelah itu tidak bisa dideskripsikan hanya pada satu subjek/topik. Lelah itu terlalu luas. Benar, bisa lelah karena fisik, lelah emosional dan masih banyak lagi.
Berhenti dan berserah pada Dia yang Maha Kuasa. Itu yang saya temukan dalam tulisan Mas Andy. Tapi, kadang hal demikian berakhir pada kata, “Belum cukup” atau “Tidak cukup” (Pengalaman pribadi saya ini looo…).
Rumit ya haha
LikeLike
Lebih ke curhat ya, ini mah, haha
Halo, Mas! Saya Aris Nohara, ini blog baru saya yang berjanji (cuma) post puisi
LikeLike
Hoi, Mas Aris. Lama gak ketemu. WA mu juga sekarat kayaknya?
Ah you salah paham juga. Nyesuaian pasar lah…
LikeLike
Gak bisa menuju laman blog barumu. Ketik di sini aja url-nya.
LikeLike
agak lebay judulnya arislifestory.wordpress.com
LikeLike
Yak gimana sih…
LikeLike
Seperti membaca diri.
LikeLike