Pernah tidak, entah mengapa kadang secara tiba-tiba kita merasa kalau ada seseorang yang sedang mencoba meninggalkan jejak dalam hidup kita? Secara diam-diam mengajak kita bermain dalam kehidupannya. Setiap kali kita merasakan hal semacam itu, kita merasa menjadi begitu bodoh dan konyol. Lalu timbul satu pertanyaan yang terus berulang-ulang: mengapa untuk seseorang yang begitu rasional masih harus terikat dengan frasa ‘aku merasa’.
Lalu sejak itu, konyologi demi konyologi kemudian datang silih berganti. Seperti terjebak dalam sebuah permainan. Terjebak dalam suatu skenario yang tak tak terelakan lagi. Sejak jiwa manusia lebih senitif dengan hal-hal yang secara langsung berinteraksi dengan dirinya, maka pikiran pun cenderung reaktif dalam merespon semua hal yang berkaitan dengan pemilik jiwa. Lalu otak kemudian memberikan suatu sinyal untuk melihat bahwa kini semua orang mendadak terlibat dalam permainan.
Lalu timbullah suatu kesadaran, mungkin inilah alasannya mengapa seseorang seperti kita ada di dunia ini. Padahal seringkali kita berpikir, ada atau tidak adanya eksistensi diri kita di dunia ini, dunia pun tetap akan berjalan. Percayalah bahkan sebelum kita memikirkan hal-hal seperti itu, tentang eksistensi kita, ada sebuah roda yang sangat besar—sebesar atau bahkan mungkin lebih besar dari alam semesta—yang sedang berputar, dan kita terjebak di dalam putarannya yang tak terhindarkan. Pernahkah kita berpikir bahwa: kita adalah budak roda besar itu? Meskipun bebas memikirkan apa pun yang kita sukai, tetapi semuanya sudah terlebih dulu di tetapkan.
Tetapi bagaimanapun juga, dalam permaianan apa pun juga, kita harus terus melanjutkan hidup. Sebab hanya karena seseorang sedang dalam permainan, bukan berarti hati mereka tidak terlibat di dalamnya.
Dengan mengikuti permainan seperti anak kecil, siapa tahu kita bisa tumbuh menjadi dewasa. Dengan ikut dalam permaianannya kita tidak perlu harus merasa menjadi dewasa, karena menjadi dewasa itu akan terjadi dengan sendirinya, tidak harus berusaha. Menjadi dewasa akan terjadi secara alami seiring dengan perjalananmu membuat pilihan. Dan yang paling utama, aku rasa, adalah memilih diri sendiri.
Dengan mengikuti permainan, mungkin kita juga akan pulang… ya… pulang… who knows?
Tentang pulang yang sebenarnya, bagiku, adalah ketika kemanapun aku pergi, di manapun aku berada, aku bebas pergi aku bebas berada di manapun sepanjang waktu namun aku tahu aku akan selalu kembali ke tempat itu, selalu kembali kepadanya tanpa harus terlalu banyak memikirkan apa pun, tentang apa yang akan aku lakukan dengan hidupku.
Dengan mengikuti permainannya, ia akan berhasil menguji kita dan mendapatkan jawabannya bahwa segala sesuatu tampak berbeda, tergantung dari sudut mana kamu melihat. Sudut pandang kita dan sudut pandang mereka bisa di uji. Dan hasilnya bisa dua kemungkinan: penolakan atau penerimaan.
Dan tentang hal itu, aku pun tidak keberatan untuk berbeda pendapat sekalipun sampai aku harus kehilangan seorang teman. Dan itu tak mengubah apapun. Aku selalu sendiri dan hampir selalu tak peduli. Dan itu kenyataannya aku selalu sendiri dan aku baik-baik saja. Aku tak terlalu peduli dengan kesendirian yang harus aku tanggung entah sampai kapan. Aku merasa lebih baik sedikit teman, namun memiliki arah yang sama dan semangat yang sama terhadap sikap dalam memahami perbedaan.
Aku tidak berkeberatan untuk berbeda. Aku tidak keberatan untuk menjadi tidak homogen. Dan aku selalu menghargai perbedaan. Aku tak terlalu pusing dengan mereka yang tak menyukaiku—karena kenyataannya mereka menyukaiku—karena aku berbeda. Dan jika mereka meninggalkan aku, mulai ada sentimen dan bahkan mulai membenci, itu keputusan mereka, aku tak terlalu peduli. Aku hanya peduli pada mereka yang bisa menyukai dan menerima perbedaan tanpa harus membenci subyek perbedaan. Dan kepedulian dan ketidakpeduliaku pun tidak ada urusannya dengan mereka. Kebaikan yang aku lakukan tak ada hubungannya dengan mereka. Kebaikan yang kulakukan adalah urusanku dengan Mahapenggerak roda raksasa di dalam semesta.
Logis sekali.
Dan memang menjadi logis dan berpikran jernih, kurasa, bukan berarti kamu akan memiliki segalanya. Tetapi ketika kamu berada dalam kondisi yang homogen, yang harus nampak normal di mata manusia, itu artinya kamu kehilangan dirimu sendiri.
Dan ketika kamu telah kehilangan dirimu sendiri, tak akan ada yang berarti sekalipun itu atas nama cinta. Karena cinta seharusnya mencintai dengan seutuhnya. Seutuhnya menjadi diriku dan melebur bersama dirimu.
Saya Andy Riyan dari Desa Hujan © Desember 2019
Meninggalkan jejak untuk jadi dewasa? Aku setuju. Berterima kasih pada masa lalu. Kurasa ini berlaku untuk orang-orang yang tahu apa potensi yang ada dalam dirinya. To be positive human. Love your self, and love what you do. Tulisan mas Andy ini mewakili perasaan orang-orang yang semestinya harus lebih sayang lagi sama dirinya. Awesome 👏
LikeLike
Terima kasih sudah berkunjung, Mbak Dian.
He he he… Interpretasinya bisa begitu ya? Oke oke…
LikeLiked by 1 person