Di penghujung tahun, yang tinggal menunggu jam lagi, adalah momen yang bisa dimanfaatkan untuk menulis review atau refleksi sekaligus memikirkan resolusi untuk tahun berikutnya. Apalagi untuk tahun 2019 yang sedikit lebih spesial, karena ia bisa menjadi titik untuk refleksi selama satu dekade. Sejak 2010, ada banyak milestone yang bisa dimanfaatkan untuk merefleksikan diri. Tentang apa yang sudah terjadi dan sudah dicapai dalam satu dekade itu. Di samping itu juga bisa dijadikan sebuah tonggak dari era baru untuk menuju satu dekade berikutnya lagi.
Banyak hal yang telah dicapai dalam satu dekade ini, tapi secara garis besar bisa disimpulkan menjadi 3K, Kerja-Kuliah-Kerja. Sebelum kuliah sudah kerja, saat kuliah juga kerja dan setelah kuliah kerja lagi. Kapan ya, tidak usah kerja tapi duit mengalir terus bagaikan air matamu yang menggenang di pipi sejak dulu kala.
Tentang buku: tahun 2012 adalah pertama kalinya aku membeli sebuah buku di Jogja, sebagai Mahasiswa. Saat itu membelinya disebabkan lebih karena didorong oleh rasa penasaran. Kalau tidak salah itu bukunya Tere Liye yang judulnya daun jatuh tak pernah membenci angin. Sebuah kisah yang menarik terjadi saat itu. Ada seseorang yang sangat suka dengan tulisan-tulisan Tere Liye yang sering diunggah oleh banyak penulis dan user di Facebook. Bahkan ia seringkali mengutipnya sebagai motivasi bagi dirinya sendiri. Terkadang ia mengutipnya—yang saat itu kalau dipikir-pikir—jika bisa mengutip kata-kata itu, ia akan menjadi sosok yang romantis. Aku pergi ke toko buku dan membelinya. Semula berharap bisa mengutip kata-kata itu dan mencuri perhatiannya. Setelah aku membacanya satu-dua halaman, aku tercenung, seperti orang kena demam “Buku apa ini?” Malam itu juga aku pergi ke kontrakannya dan memberikan buku itu padanya. Ia senang sekali. Aku melupakan buku itu juga melupakan pemilik barunya.
Semasa menjadi Mahasiswa, tidak banyak buku yang aku beli. Alasan pertama, karena tidak punya uang. Yang kedua aku pelanggan tetap perpustakaan Universitas, perpustakaan terbaik dan tercanggih yang pernah kulihat; Terdiri dari 4 lantai yang sangat luas; free Wi-Fi; koleksi sangat lengkap; Ada banyak buku berbahasa asing di sana; Arab, Jepang, Inggris, Perancis, Iran, Turki dan entah ada bahasa apa lagi, aku cuma bisa baca Inggris. Ada juga banyak Koran dari tahun 70-an, majalah-majalah kuno dan manuskrip-manuskrip tua. Semua ada di sana, aku bisa membacanya apapun yang aku mau tanpa membayar. Bahkan aku bisa meminjamnya hingga 4 buku sampai kapanpun aku mau, cukup memperpanjang setiap seminggu sekali. Peminjaman dan pengembaliannya pun sudah menggunkan mesin, semuanya sudah terkoneksi dengan internet dan terekam dalam jejak digital. Selama kuliah aku hanya membeli kurang dari 20 buku. Tetapi begitu lulus, meledak!
Tahun 2013 aku berkenalan dengan Tumblr, tepat ketika mulai bosan dengan Facebook dan menutup akun orisinal yang kubuat tahun 2008 itu. Setahun kemudian aku membuat akun baru, yang hingga kini masih ada tetapi sudah tak pernah lagi kukunjungi. Perkenalanku dengan Tumblr sukses membuat minatku untuk menulis blog bangkit lagi, setelah tahun-tahun sebelumnya pernah juga membuat blog tetapi tidak bisa mengisinya. Lama-kelamaan aku bosan juga dengan Tumblr karena timeline-ku mulai dipenuhi oleh posting ulang/reblog tulisan seleb Tumblr. Aku jadi enegh dan muak dengan postingan yang tidak organik. Aku lebih suka membaca tulisan—yang meskipun tak bagus-bagus amat—tetapi masih organik, tulisan dia, konten dia sendiri. Yang terkenal, makin terkenal yang tulisannya jelek makin tenggelam. Penilaiannya pun tak lagi objektif. Fixed (sampai menggunakan verb bentuk ke-2) aku meninggalkan Tumblr dan membuat jejakandi ini pada bulan September tahun 2015 bertepatan dengan keputusanku untuk berhenti mendaki gunung. Gunung Andong menjadi pendakian terkahirku, kalau itu bisa disebut dengan mendaki.
Tahun 2016, 2017, 2018, 2019 flat, there is no great story at all. Kemanusiaanku yang mulai memudar, menuju padam total. Cahaya hidupku mulai temaram dan aku berjalan menjemput gelap. Aku menjadi robot kehidupan, lebih dekat dengan diriku sendiri (egois) dan temperamental, mencintai buku seakan-akan hanya dia teman dalam hidupku, dan semakin akrab dengan bahasa kesunyian.
***
Buku terbaik yang aku baca di tahun 2019
Sebagaimana tahun lalu, 2018,—meskipun sangat sulit—aku ingin mengenang satu buku sebagi buku terbaik. Tahun 2018, buku Logika Agama-nya Pak Quraish Shihab menjadi pilihanku. Tahun 2017, Free Writing-nya Alm. Hernowo Hasim. Sekarang sangat sulit untuk menentukan apa buku terbaik yang aku baca di tahun 2019, walaupun itu boleh se-subyektif mungkin karena itu soal selera. Masalahnya buku-buku yang aku baca semakin lintas genre. Jadi setiap buku ada sisi baiknya yang tidak dimiliki buku lain. Menilai secara overall juga seperti kurang bijak. Tetapi baiklah katakanlah aku adalah seorang juri dan bebas memilih yang manapun, berarti aku harus memilih saja. Ya pokoknya memilih saja.
Baiklah! Berbeda dengan tahun 2018, yang 80% fiksi, tahun 2019 ada dua kategori, fiksi dan non fiksi.
Untuk fiksi relatif lebih mudah karena ada yang sangat menonjol dibandingkan buku-buku lain. Jadi buku fiksi terbaik yang kubaca di tahun 2019 adalah Gajah Mada: Madakaripura Hamukti Moksa, buku kelima dari serial Pentalogi Gajah Mada yang ditulis oleh Pak Langit Kresna Hariadi. Seri pertama sampai keempat sudah kubaca sebelum tahun 2015, saat aku masih kuliah. Dan baru tahun 2019 aku membaca yang terakhir. Rasanya sangat puas. Dan ini bisa dilihat, betapa subyektif sekali, karena aku memang penggemar berat LKH. Tapi masih punya alternatif lain, yaitu Angsa Liar, sastra Jepang karya Mori Ogai, yang review-nya sudah aku tulis di blog ini juga. Lagi-lagi ini juga subyektif, karena sejelek-jeleknya sastra Jepang, aku hampir selalu suka.
Untuk buku nonfiksi, sangat sulit menentukannya. Karena selain aku pelahap buku nonfiksi, ada banyak kategori yang sangat menakjubkan. Meskipun sudah kusaring dengan ketat aku masih juga kebingungan untuk menentukannya. Aku pun yakin kamu akan kebingungan untuk menentukan mana yang terbaik dari buku-buku ini:
- Sapiens, Riwayat Singkat Umat Manusia—Yuval Noah Harari
- Homo Deus—Yuval Noah Harari
- Di Balik Tirai Aroma Karsa—Dee Lestari
- Senyap Yang Lebih Nyaring—Eka Kurniawan
- Bagaimana Aku Menjadi Penulis—Gabriel Garcia Marquez
- Memulihkan Sekolah Memulihkan Manusia—Haidar Bagir
- A Confession—Leo Tolstoy
Tapi akhirnya aku putuskan buku terbaik yang aku baca di tahun 2019 adalah ini:
Membaca Sirah Nabi Muhammad (Dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-Hadis Shahih) yang ditulis oleh Prof. Dr. M. Quraish Shihab. Sungguh buku yang sangat berkesan, meskipun setebal 1000 halaman lebih, aku mampu mengatamkannya kurang dari seminggu. Dan seringkali aku membukanya di setiap kesempatan. Karena buku ini sungguh memuat mutiara-mutiara kehidupan. Di setiap paragrafnya selalu ada pelajaran. Pelajaran apa lagi yang lebih baik dibanding pelajaran dari manusia terbaik di seluruh zaman?
Dan tahun 2019 akan berlalu bebrapa jam lagi, lalu semuanya akan menjadi masa lalu. Sekarang saatnya untuk move on. Move on dari kenangan buruk dan juga kenangan indah. Iya dong! Move on tidak hanya dari hal-hal buruk yang telah dialami, dari hal baik juga harus move on. Jadi aku kembali menyempatkan diri untuk membagikan heading title jurnalku pada 2020 nanti. Di tahun 2018, aku menulis heading title sebagai “Satu Level Menuju Tahap Pendewasaan Yang Berbeda, tahun 2019 sebagai “Hidup Bahagia” dan 2020 yang akan datang beberapa jam lagi sebagai “Hidup Bermakna”.
Apa yang kupelajari dari semua itu? Satu dekade yang telah berlalu? Heading title tahun 2018 dan 2019? Dan hari esok yang akan tiba?
Yang aku pelajari, ada hal yang lebih penting dari masa lalu dan masa depan, yaitu sekarang. Ya sekarang ini, bukan tadi pagi atau satu jam yang lalu. Bukan pula satu jam yang akan datang atau besok. Yang lebih penting daripada masa lalu dan masa depan adalah sekarang ini. Itulah inti dari hidup bermakna.
Apa yang ingin kamu lakukan? Maka lakukanlah. Kamu ingin bahagia, jadilah bahagia. Kamu ingin mendewasa, mendewasa-lah. Kamu ingin kaya, jadilah kaya. Bagaimana caranya? Kerja aja yang bener. Itulah inti hidup bermakna.
Terlalu memikirkan masa lalu bahkan terikat sekali dengannya adalah hal yang bodoh. Terlalu memikirkan masa depan seolah-olah semua akan terjadi sesuai rencana adalah suatu bentuk kesombongan. How to deal and treat the time that has given to us? Bagaimana cara menghadapi dan memperlakukan waktu yang telah diberikan kepada kita? Pikirkanlah… waktu… apa yang kita punya soal waktu? Apa yang kita miliki? Kapan memilikinya? Kita tidak lagi memiliki masa lalu dan kita belum juga memiliki hari esok. Yang kita miliki adalah saat ini, yang saat ini sedang terjadi dalam hidupmu. Jadi bagaimana caranya untuk memperlakukan waktu? Aku… sebagaimana kata Miyamoto Musashi: “Aku melakukan hal yang tidak akan kusesali.”
Itu adalah kalimat yang sangat ajaib, sihir yang memberiku keyakinan bahwa aku sanggup dan membuatku berdiri sampai hari ini. Perhatikan gambar berikut ini:
Saya Andy Riyan dari Desa Hujan
Liburan akhir tahunku: Basah Rek!!!
🎉🎉👍
LikeLike
Jos
LikeLike
Wow! Banyak ilmunya nih mas Andy. Semua bukunya menurutku berat-berat. Aku hanya membaca Aroma Karsa dari beberapa list buku mas Andy di atas. Aku penasaran dengan buku “Membaca Sirah Nabi Muhammad”. Mungkin bisa jadi list buruanku saat nanti ke toko buku. 😊
LikeLike
Hahai terima kasih, Mbak Dian.
Hehe iya itu buku sangat recommended, segala usia. Pantas masuk hall of fame… dan… Mahal 😁
LikeLiked by 1 person
Oh ya? Boleh tau berapa harganya. Biar bisa ditabung mulai sekarang rupiahnya. Heheh
LikeLike
Kalau tidak salah 250 hihi, perbandingnnya buku itu kalau dibelikan novel dapat 5 😁
LikeLiked by 1 person
Mahal juga yah. Thanks infonya mas Andy 🙏🏻
LikeLike
Tapi sebanding dengan isinya. Bahkan itu masih murah sebab untuk menuliskannya dibutuhkan pengetahuan seumur hidup Pak Quraish, bahkan setelah selesai ditulis buku itu langsung dibawa ke Madinah, di hadapan Makam Rosullullah, beliau mempersembahkan karya ini.
Oke sama-sama, Mbak Dian Purnama. 🙏🙏🙏
LikeLiked by 1 person
Referensi bacaannya berat, tapi menarik. Terima kasih referensi bukunya Mas, masukin dulu dalam antrian buku yg mau dibaca, meski entah kapan bisa baca, karena masih punya antrian buku lainnya 😅
LikeLike
Ah masa berat sih, itu belum berat. Bahasanya masih enak. Masih serenyah kacang goreng. Masih ada yang lebih berat yang tidak kusertakan; contohnya Menggugat Pendidikan- Paulo Freire, Ivan Illich dkk, atau Sejarah Filsafat Barat oleh Bertrand Russell. Yang disebut terakhir enak nyam-nyam-nyam… Bergizi.
Yupz ditulis dulu di wishlist, kalau berkesempatan dan berjodoh, kebeli nanti.
LikeLiked by 1 person
Wah enak dong kalau serenyah kacang goreng, gak berasa habisnya. 👍😁
Nah itu dia, yg penting semoga ada budget untuk jajan bukunya. Aamiin Sebab buku bergizi berbanding lurus dg harganya.
LikeLike
Ya begitulah kira-kira.
Amin amin… Semoga rejeki ngalir terus dan masih selalu menyisihkan sedikit, untuk memberi makan pikiran.
LikeLiked by 1 person
Aamiin Aamiin Aamiin YRA 🙏
LikeLiked by 1 person
Oh iya, buku-buku bergizi itu terkadang bukan berat bacanya, tapi berat buat jajan bukunya 😅
LikeLike
Hehehe iya betul itu… Dan ketemunya juga jodoh-jodohan, apalagi di zaman sekarang yang sudah berjejalan iklan di mana-mana, susah dipercaya reviewnya. Hahaha
LikeLiked by 1 person
Iya, bahkan buku yg bergizi itu langka, susah nyarinya, plus sebanding sama harganya.
Sebenernya kalau kita sudah tau tipe buku yg diminati, gak akan gampang terpengaruh hal-hal tsb hehe. Jadi bisa baca based on need
LikeLiked by 1 person
Kelangkaan terjadi bukan karena barangnya sudah tidak ada, melainkan terjadi karena tidak peka dan waspada. Waspadalah waspadalah…!
Exactly true. Dan cara termudah untuk mengetahui tipe buku yang diminati adalah dengan mengikat makna. Membaca dengan cara deep reading lalu menuliskannya, membiarkan kata-kata itu menari dan berinteraksi dengan informasi yang sudah ada di kepala.
LikeLiked by 1 person
Asli sama banget! Buku pertama yang aku beli juga daun yang jatuh tak pernah membenci angin tahun 2012 waktu baru kuliah di Jogja 😅
LikeLike
Uhuk ada yang sama, jangan-jangan jodoh… 🤣🤣
LikeLiked by 2 people
Iya jodoh temenan di blog. Haha
LikeLike
Judule: berjodoh di blog. Ha ha
LikeLiked by 1 person
Mantuuul 😅😅😅
LikeLike
Mantul sampai di kedalaman hati.
LikeLike
Kaum baper nampaknya
LikeLike
Kaum yang bersahabat dengan frekuensi dan gelombang.
LikeLike
Abot bahasane 😅
LikeLike
Nek abot baleni ping pindho.
LikeLike
Bola bali kesel dong
LikeLike
Nek kesel tinggal pijetan.
LikeLike
Yaak sudah mulai gaje. Case close 😅
LikeLiked by 1 person
Sll keren euyyy tulisannyaaa. Sejak awal follow emang udah suka sama tulisanmu sih kak, dan bolak-balik baca gitu.. ngepoin.. *hhh ngaku
LikeLike
Hahahai terima kasih, Mbak Frida. Semoga setelah bolak balik kepo tetap diberi keawarasan… Dan bisa mengambil manfaatnya.
LikeLiked by 1 person
Menarik. Tahun 2019 aku bnyk baca e-book, sampai lupa buku apa aja yg kubaca.
LikeLike
Menarique. Haha iya, aku juga kadang bingung, ini buku baca tahun berapa ya, 2018 atau 19? Begitu. E-book, alternative yang keren.
LikeLike
Wah, aku lagi baca Logika Agama nih
Nemu satu titik kecil yang sama: cukup suka baca buku2nya Prof. Quraish Shihab
LikeLike
Wah mantap, Mbak Riss… Pilihan buku yang sangat bagus.
Wiiiiiiiiih lumayan ada irisan meski cuma titik kecil. 🙂
LikeLiked by 1 person
dan aku iri lihat Perempuan ada di rak bukumu, sudah lama pingin tapi belum dijemput pulang, ugh ~
LikeLike
Jadikan list teratas. Wah Perempuan itu tentu cocok sekali untuk Mbak Riss yang gemar menulis tentang Catatan pengingat. Sini ke rumah, baca gratis… 😁
LikeLike
Sejak internet populer, aku dah jarang beli buku. Dan jujur, referensi bacaanku masih sangat minim.
Btw, bgmn caranyaembaca 1000 halam kurang dRi 1minggu? Berapa jam setiap hari alokasi waktunya, mas Andy?
😀
LikeLike
Yuk bagi-bagi waktu, Pak Heri. Mulai dari 1 bulan 1 buku.
Triknya bukan pada alokasi waktu. Tetapi seberapa nyaman dalam membaca bukunya. Ketika menikmati sesuatu dengan sangat nyaman, 3 jam 4 jam tak pernah terasa, bukan?
Ada beberapa buku yang habis dalam sekali duduk. Contoh Tom Swayer oleh Mark Twain, 400 halaman habis dalam sekali duduk.
LikeLike
*Tipo Tom Sawyer
LikeLike
mantap!
aku sering mebaca buku dan mengoleksi sejak zaman smp hingga kuliah tapi sekarang belum banyak baca buku lagi. sama seperti kata masHP sejak populer internet keinginan untuk memiliki buku bacaan semisal novel menjadi menurun. sungguh ironi, mengingat diri ini berharap dan bercita-cita menjadi seorang penulis dan memiliki buku hasil karya sendiri. setahun ini hanya 3 novel saja yang selesai dibaca
dari Andy aku jadi tahu ada banyak buku bagus yang bisa aku jadikan referensi bacaan.
LikeLike
Thank you for dropping by, Mas Fahmi.
Pas populer-populernya internet, aku belum punya smartphone, sampai dikira aku sudah hilang ditelan bumi gak terupdate. 😅
Wah ada cita-cita ke sana ya, jadi penulis buku? Alhamdulillah masih menamatkan 3 novel. Yuk tahun 2020 tingkatkan lagi volume baca novelnya.
😊
LikeLike
Amin. Insya allah tahun ini bisa baca lebih banyak buku
LikeLiked by 1 person