Ya hallo selamat sore. Aduh sudah lama sekali tidak posting mohon dimaklumi karena akhir-akir ini saya lumayan sibuk, dan sore ini saya sempatkan mencuri-curi waktu untuk menuliskan tentang trip saya beberapa waktu yang lalu. Seperti yang sudah saya janjikan di instagram untuk Wisata Agronomi cerita selengkapnya akan saya hadiran di blog, nah sekarang telah hadir untuk pembaca semuanya. Yang belum follow instagram saya, boleh follow saya di @jejakandi
Beberapa waktu yang lalu sehabis lebaran usai sebelum banyak kesibukan datang menghampiri hari-hari saya, saya menyempatkan untuk berkunjung ke kebun kopi milik keluarga kami. Sudah hampir lima tahun setiap kali musim panen saya tidak pernah di rumah dan Alhamdulillah musim ini bisa mengunjunginya sekali lagi.
Hari itu hari Senin tanggal 11 Juli 2016, pagi-pagi sekali dari rumah saya mengendarai motor dan melaju ke arah utara pergi menuju ke kebun kopi. Melewati medan yang cukup ekstrim dan memacu adrenalin di jalan yang lebarnya kira-kira setengah meter dan berlumpur naik turun. Musim yang baru akan saja tiba masih menyisakan hujan dan membasahi medan, membuat jalan licin dan sering selip dan memaksa gigi-gigi prosneling bekerja cukup ekstra.
Setelah hampir sekitar 20 menit lamya-nya jam 8 pagi, belum jam delapan sebenarnya masih kurang seperempat jam lagi,kami tiba di tujuan. Tujuan dari awal kami mau memetik kopi yang jenis Sogol 64 dulu, karenajenis kopi ini yang palin cepat berbuah merah (kami selalu memetik bijih kopi yang sudah merah). Setibanya di sana kami sudah di sambut oleh para pembantunya bapak, sudah metik banyak lagi sekitar 4 ember. Wih jadi gimana gitu rasanya. Tiba-tiba saya punya rolusi, kedepannya saya harus lebih rajin dan giat. Tapi tetap saja hari-hari berikutnya saya masih jam segitu-gitu saja nyampenya di kebun, kadang malah jam 8 baru berangkat dari rumah. Setiap hari saya bangun jam tiga pagi memang, tapi banyak aktivitas yang mesti ku kerjakan lebih dulu. Dari pertama kali setelah bangun tidur menelaah Mushaf sampai terakhir nyiramin bunga dan sarapan. Yah paling tidak sekarang saya selalu punya alasan untuk bekerja lebih giat.
Jenis-Jenis Kopi Yang Di Tanam
Kembali kepada topik utama. Ada banyak jenis kopi yang ditanam di kebun-kebun kami. Tapi kesemuanya itu masuk dalam kingdom Robusta. Udara di kampung halaman kami sangat dingin sebenarnya tapi tidak cocok untuk kopi jenis Arabika. Pernah suatu ketika kemudian saya tanya sama bapak saya ke semua jenis kopi yang kami tanam itu. Ada Sogol 64, Tugusari, nol sembilan dan Bang Lan (white kopi) dan jangan tanya mengapa nama-namanya begitu, saya juga tidak tahu, mungkin di daerah yang lain memiliki nama yang berbeda untuk jenis kopi yang sama, saya kurang begitu paham.
Sambil memetik kopi saya ngobrolin banyak hal sama bapak, ya bapak berangkat ke kebun dagangnyamasih libur. Dari obrolan itu saya tahun dalam beberapa tahun terakhir panen kopi tahun ini adalah yang terendah secara kuantitas sebab tahun kemarin musim penghujan telat tiba hingga menyebabkan pohon-pohon kopi yang sedang berbunga layu dan bunga-bunganya busuk.
Karena tidak sempat sarapan, hari itu saya bawa bekal dari rumah. Menyantap makanan dikebun saat terasa lapar memang sungguh nikmat, nasinya terasa sangat manis dan sambalnya wuuuuih rasanya entah jadi berbeda. Disitu saya mulai memahami makanan seperti apapun akan terasa enak kalau di nikmati di kebun di alam liar saat rasa lapar telah menyiksa perut. Disitu pula saya memahami, ada banyak kebahagiaan menjadi seorang petani, satu satunya yang kurang cuma tidak ada penghasilan harian yang tetap saja, di luar itu semua beres kok.
Boleh di bilang kebun kopi ini adalah investasi yang sangat menjanjikan meskipun masyarakat kampung kami tidak tahu cara mengolah dan menjadikan kopi lebih memiliki nilai harga jual. Masyarakat kampung kamitidak peduli akan hal itu. Mereka hanya peduli bagaimana caranya mengolah tanah dan menggarap pertanian agar panen lebih banyak. Dan soal itu masyarakat kampung kami patut di ancungi jempol. Mereka pandai memanfaatkan lahan yang sedikit untuk menghasilkan yang sebanyak-banyaknya.
Tetapi saya pribadi sangat menyayangkan jika para petani ini tidak bisa menghasilkan nilai lebih dari bijih kopi mereka. Dari tulisan ini saya mengajak para ahli kopi untuk meng-edukasi kami soal kopi. Karena selama ini kami hanya menjual kopi kering kadang ada yang jula begitu saja gelontoran baru petik dari kebun belum di apa-apakan. Saya sangat welcome kalau ada lembaga non-profit yang ingin meneliti beans kami, nanti akan saya perkenalkan dengan beberapa kelompok tani di kampung kami.
Tidak hanya menteri yang perlu di reshufle…
Tidak hanya menteri yang perlu di reshufle, tetapi pohon kopi juga perlu di reshufle. Pohon-pohon yang sudah tua atau kurus dan secara ilmu bumi tidak produktif perlu di tebang. Dan karena tahun ini keuangan keluarga sedang cukup longgar, bapak banyak menembang pohon-pohon yang tinggi, pengen di ganti yang lebih pendek seperti di sebagian besar kebun bapak yang lain. Biar musim panen berikutnya metikinnya lebih mudah begitu.
Nah kita sering denger peribahasa, lain ladang lain belalang lain lubuk lain ikannya. Nah bagi kami masih ada lagi, lain kebun lain kopinya. Sekian dari saya, kalau ada pembaca yang berminat dengan green beans dan sedang mencari kopi dari sumbernya bisa hubungi saya, silakan tinggalkan komentar nantikita ngobrol lewat email.
Saya Andy Riyan
Katakan sesuatu/ Say something